
Bidadari Tanpa Sayap.
Bidadari. Apa yang pertama kali kalian pikirkan tentangnya?
Sempurna? Ya, kata ‘sempurna’ mungkin memang selalu mengekor di benak kita saat
mendengar namanya, Bidadari. Makhluk yang sangat indah, katanya. Punya sayap
putih yang cantik, katanya. Perempuan yang cantik, katanya. Berasal dari
kahyangan, katanya. Mengapa ‘katanya’? ya, karena bisa dikatakan bahwa makhluk
yang disebut bidadari itu belum nyata adanya, di dunia. Belum jelas pula
rupanya.
Orang yang baik. Orang yang cantik. Seringkali kita
mendengar keduanya disebut ‘bidadari’ bukan? Mengapa begitu? Seperti sudah
menjadi hukum alam memang, seseorang yang berkepribadian baik, kebaikannya akan
membuat kecantikan pun terpancar dari wajahnya. Setelah predikat cantik dan
baik digenggamnya, tak jarang orang sekitarnya dengan gamblang menyebutnya
seseorang yang sempurna, seperti bidadari.
Saat seseorang sudah diibaratkan sebagai bidadari, mungkin
mulanya ia akan berpikir bahwa hal itu bukan masalah baginya atau malah suatu
keberuntungan baginya karena telah mendapat predikat ‘bidadari’ di mata orang
disekitarnya. Tentu saja menjadi keberuntungan, bagi mereka yang tersanjung
jika di puji atau bagi mereka yang tanpa disadari haus akan pujian. Karena
tentunya, seorang bidadari yang dikenal memiliki kesempurnaan dalam segala hal
itu takkan pernah lepas dari pujian orang di sekitarnya. Ketika tanpa sadar ia menjadi
seseorang yang haus akan pujian, jiwa angkuh yang tumbuh dengan sendirinya itu
perlahan menggerogoti jiwa murni dalam dirinya. Saat kemurnian sudah berubah
menjadi keangkuhan, bisa ditebakkah apa yang terjadi selanjutnya?
Setelah jiwa murni habis dimakan keangkuhan, seseorang yang
pada awalnya berpredikat ‘bidadari’ itu harus merelakan predikat itu dicopot.
Oleh siapa? Tentu oleh orang di sekitarnya itu sendiri, karena pada mulanya
mereka juga yang memberikan predikat ‘bidadari’ itu. Mengapa dicopot? Ketika seseorang yang
awalnya dianggap sempurna(bidadari) dan dianggap tidak pernah membuat kesalahan
sedikitpun lalu suatu ketika ia khilaf dan akhirnya terbukti berbuat salah,
maka itu akan menjadi hal yang jauh lebih rumit baginya. Karena saat itu, orang
sekitar akan sangat kecewa dengan anggapannya selama ini dan respon mereka akan
jauh lebih buruk ketimbang ketika seseorang yang biasa saja berbuat salah.
Dalam hal ini, kedua pihak; seseorang yang diberi predikat
dan orang sekitar yang memberi predikat ‘bidadari’ itu, diantara keduanya tidak
ada yang patut disalahkan. Mungkin memang beginilah hukum alam. Namun sebaiknya,
bagi orang yang terpredikat sempurna lantas lebih berhati hati dengan
posisinya. Karena tak jarang orang yang selalu disanjung menjadi lupa diri. Bagi
orang sekitar, memuji seseorang berlebihan memang akan menyakitkan khususnya bagi
diri sendiri. Karena kekecewaan akan didapat saat seseorang yang selama ini di
puji melakukan sesuatu yang salah atau tak berkenan yang justru membuat kita
membencinya.
Ya, memang pada dasarnya manusia memang tidak ada yang
sempurna. Jika ia pribadi yang baik itu bukan menjadikannya sempurna. Jika
memang bidadari itu sempurna, maka manusia adalah bidadari tanpa sayap. Yakni memiliki
kekurangan diantara kelebihannya.