Senin, 25 Februari 2013

Artikel: Bidadari Tanpa Sayap



Bidadari Tanpa Sayap.

Bidadari. Apa yang pertama kali kalian pikirkan tentangnya? Sempurna? Ya, kata ‘sempurna’ mungkin memang selalu mengekor di benak kita saat mendengar namanya, Bidadari. Makhluk yang sangat indah, katanya. Punya sayap putih yang cantik, katanya. Perempuan yang cantik, katanya. Berasal dari kahyangan, katanya. Mengapa ‘katanya’? ya, karena bisa dikatakan bahwa makhluk yang disebut bidadari itu belum nyata adanya, di dunia. Belum jelas pula rupanya.

Orang yang baik. Orang yang cantik. Seringkali kita mendengar keduanya disebut ‘bidadari’ bukan? Mengapa begitu? Seperti sudah menjadi hukum alam memang, seseorang yang berkepribadian baik, kebaikannya akan membuat kecantikan pun terpancar dari wajahnya. Setelah predikat cantik dan baik digenggamnya, tak jarang orang sekitarnya dengan gamblang menyebutnya seseorang yang sempurna, seperti bidadari.

Saat seseorang sudah diibaratkan sebagai bidadari, mungkin mulanya ia akan berpikir bahwa hal itu bukan masalah baginya atau malah suatu keberuntungan baginya karena telah mendapat predikat ‘bidadari’ di mata orang disekitarnya. Tentu saja menjadi keberuntungan, bagi mereka yang tersanjung jika di puji atau bagi mereka yang tanpa disadari haus akan pujian. Karena tentunya, seorang bidadari yang dikenal memiliki kesempurnaan dalam segala hal itu takkan pernah lepas dari pujian orang di sekitarnya. Ketika tanpa sadar ia menjadi seseorang yang haus akan pujian, jiwa angkuh yang tumbuh dengan sendirinya itu perlahan menggerogoti jiwa murni dalam dirinya. Saat kemurnian sudah berubah menjadi keangkuhan, bisa ditebakkah apa yang terjadi selanjutnya?

Setelah jiwa murni habis dimakan keangkuhan, seseorang yang pada awalnya berpredikat ‘bidadari’ itu harus merelakan predikat itu dicopot. Oleh siapa? Tentu oleh orang di sekitarnya itu sendiri, karena pada mulanya mereka juga yang memberikan predikat ‘bidadari’ itu.  Mengapa dicopot? Ketika seseorang yang awalnya dianggap sempurna(bidadari) dan dianggap tidak pernah membuat kesalahan sedikitpun lalu suatu ketika ia khilaf dan akhirnya terbukti berbuat salah, maka itu akan menjadi hal yang jauh lebih rumit baginya. Karena saat itu, orang sekitar akan sangat kecewa dengan anggapannya selama ini dan respon mereka akan jauh lebih buruk ketimbang ketika seseorang yang biasa saja berbuat salah.

Dalam hal ini, kedua pihak; seseorang yang diberi predikat dan orang sekitar yang memberi predikat ‘bidadari’ itu, diantara keduanya tidak ada yang patut disalahkan. Mungkin memang beginilah hukum alam. Namun sebaiknya, bagi orang yang terpredikat sempurna lantas lebih berhati hati dengan posisinya. Karena tak jarang orang yang selalu disanjung menjadi lupa diri. Bagi orang sekitar, memuji seseorang berlebihan memang akan menyakitkan khususnya bagi diri sendiri. Karena kekecewaan akan didapat saat seseorang yang selama ini di puji melakukan sesuatu yang salah atau tak berkenan yang justru membuat kita membencinya.  

Ya, memang pada dasarnya manusia memang tidak ada yang sempurna. Jika ia pribadi yang baik itu bukan menjadikannya sempurna. Jika memang bidadari itu sempurna, maka manusia adalah bidadari tanpa sayap. Yakni memiliki kekurangan diantara kelebihannya.


1 komentar: